Psikologi Pendidikan: Mengelola Kelas

July 02, 2017













A.  Mengapa Kelas Harus Dikelola secara Efektif ?
Mengelola kelas (manajemen kelas) yang efektif memiliki dua tujuan utama, yaitu :
1.      Membantu murid menghabiskan lebih banyak waktu untuk belajar dan lebih sedikit waktu untuk aktivitas yang tidak mengarah pada tujuan.
2.      Mencegah murid mengembangkan masalah akademis dan emosional.


Kelas yang Besar, Kompleks, dan Berpotensi Menimbulkan Kekacauan
Walter Doyle (1986) mendiskripsikan enam karakteristik yang merefleksikan kompleksitas dan potensi problemnya :
1.    Kelas adalah multidimensional. Ruang kelas adalah tempat untuk banyak aktivitas akademik (membaca, menulis) dan aktivitas sosial (permainan, berkomunikasi dengan teman, berargumentasi).
2.    Aktivitas terjadi secara simultan (bersamaan). Sekumpulan murid menulis di meja mereka, kumpulan murid yang lain mendiskusikan sebuah kisah bersama guru.
3.    Hal-hal terjadi dengan cepat. Dua murid tiba-tiba berdebat tentang kepemilikan buku catatan, seorang murid mengeluhkan bahwa murid lain menyalin jawabannya.
4.    Kejadian seringkali tidak dapat diprediksi. Alarm kebakaran mati, komputer tidak berfungsi, ada pertemuan yang tidak diumumkan sebelumnya.
5.    Hanya ada sedikit privasi. Sebagian besar dari apa yang terjadi pada seorang murid diobservasi oleh murid lain, di lain pihak mereka mungkin merasa bahwa guru bersikap tidak adil dalam cara mendisiplinkan seorang murid.
6.    Kelas punya sejarah. Murid punya kenangan tentang apa yang terjadi di kelas pada waktu terdahulu. Mereka mengingat bagaimana guru menangani masalah kedisiplinan sebelumnya, apakah guru bertindak sesuai janjinya.

Memulai dengan benar
Kunci memulai kompleksitas kelas adalah dengan menggunakan beberapa hari pertama dan beberapa minggu pertama dengan baik. Waktu tersebut digunakan untuk :
1.    Menyampaikan aturan dan prosedur yang Anda gunakan kepada kelas dan mengajak murid bekerjasama untuk mematuhinya.
2.    Mengajak murid terlibat aktif dalam semua aktivitas pembelajaran.

Penekanan pada Instruksi dan Suasana Kelas yang Positif
Publik mengatakan bahwa kurangnya disiplin merupakan masalah nomor satu di sekolah, tapi psikologi pendidikan lebih menekankan cara mengembangkan dan mempertahankan lingkungan kelas yang positif untuk mendukung pembelajaran (Evertson, Emmer, & Worsham, 2003). Murid sebagai pelajar aktif yang terlibat dalam tugas-tugas berarti, berpikir secara reflektif dan proaktif, serta sering berinteraksi dengan murid lain dalam pengalaman belajar yang kolaboratif.
Menurut sejarah, kelas yang dikelola secara efektif dideskripsikan sebagai “mesin yang diminyaki dengan baik”, tetapi metafora yang lebih sesuai adalah “aktivitas sarang lebah”. Ini tidak berarti bahwa kelas harus berisik dan kacau-balau. Malahan, murid harus belajar aktif dan terlibat dalam tugas yang membuat mereka termotivasi daripada tenang dan duduk pasif di kursi mereka. Seringkali mereka akan berinteraksi satu sama lain dan dengan guru mereka saat mereka membangun pengetahuan dan pemahamannya.

B.   Mendesain Lingkungan Fisik Kelas
Prinsip Penyusunan Kelas (Evertson, Emmer, & Worsham, 2003)
1.      Kurangi kepadatan di tempat lalu-lalang
2.      Pastikan bahwa Anda bisa dengan mudah melihat semua murid.
3.      Materi pengajaran yang sering digunakan dan persediaan murid menjadi mudah untuk diakses.
4.      Pastikan bahwa murid bisa dengan mudah melihat semua presentasi kelas.

Gaya Penyusunan Kelas (Crane, 2001; Fickes, 2001)
1. Gaya Auditorium (auditorium style)                                        












 2. Gaya tatap muka (face-to-face style)








3. Gaya off-site (off-site style)  





4. Gaya seminar (seminar style)
 


                                                                                                                                     

5. Gaya kluster (cluster style)



     Personalisasi Kelas
       Untuk mengubah ruang kelas agar mencerminkan karakteristik murid yang menggunakan ruang tersebut, tempellah foto, karya seni, proyek tertulis para murid, grafik yang menyebutkan hari ulang tahun serta ungkapan positif lain dari identitas murid.

C. Menciptakan Lingkungan yang Positif untuk Pembelajaran
Strategi Umum
1.  Menggunakan gaya otoritatif
Strategi manajemen kelas otoritatif akan mendorong murid untuk menjadi pemikir yang independen dan pelaku yang independen tetapi strategi ini masih menggunakan sedikit monitoring murid. Guru yang otoritatif melibatkan murid dalam kerja sama give-and-take dan menunjukkan sikap perhatian kepada mereka. Guru yang otoritatif akan menjelaskan aturan dan regulasi, serta menentukan standar dengan masukan murid.
Gaya otoritatif bertentangan dengan strategi otoritarian dan permisif yang tidak efisien. Gaya manajemen kelas otoritarian adalah gaya yang restriktif dan punitif. Fokus utamanya adalah menjaga ketertiban di kelas, bukan pada pengajaran dan pembelajaran. Guru otoriter sangat mengekang dan mengontrol murid dan tidak banyak melakukan percakapan dengan mereka. Murid di kelas otoritarian ini cenderung pasif, mengekspresikan kekhawatiran tentang perbandingan sosial, dan memiliki ketrampilan komunikasi yang buruk.
Gaya manajemen kelas permisif memberi banyak otonomi pada murid tapi tidak memberi banyak dukungan untuk pengembangan keahlian pembelajaran atau pengelolaan perilaku mereka. Output yang dihasilkan yaitu murid memiliki ketrampilan akademis yang tidak memadahi dan pengendalian diri yang rendah.

2. Mengelola Aktivitas Kelas Secara Efektif (Jacob Kounin, 1970)
a)  Menunjukkan seberapa jauh mereka “mengikuti”. Kounin menggunakan istilah “withitness” untuk mendeskripsikan strategi dimana murid senantiasa mengikuti apa yang terjadi. Guru seperti ini akan selalu memonitor murid secara reguler.
b) Atasi situasi tumpang tindih secara efektif. Contohnya ketika berjalan keliling ruangan dan memeriksa pekerjaan murid, matanya tetap mengawasi seluruh kelas.
c) Menjaga kelancaran dan kontinuitas pelajaran. Manajer yang efektif akan menjaga aliran pelajaran tetap lancar, mempertahankan minat murid, dan menjaga murid agar tidak mudah terganggu. Guru sebaiknya jangan meninggalkan aktivitas yang sedang berjalan dengan alasan yang tidak jelas.
d) Libatkan murid dalam aktivitas yang menantang. Aktivitas menantang yang dimaksud bukan aktivitas yang terlalu sulit. Murid sering bekerja secara independen ketimbang diawasi oleh guru.

Membuat, Mengajarkan, serta Mempertahankan Aturan dan Prosedur
1. Membedakan Aturan dan Prosedur
Peraturan maupun prosedur adalah pernyataan ekspektasi tentang perilaku (Evertson, Emma, & Worsham, 2003). Aturan fokus pada ekspektasi umum atau khusus atau standar perilaku. Contoh aturan umum yaitu “Hargai orang lain” sedangkan contoh aturan khusus yaitu “Dilarang mengunyah permen karet di kelas”.
Prosedur (routines) juga berisi ekspektasi tentang perilaku namun biasanya diterapkan untuk aktivitas spesifik dan digunakan untuk mencapai tujuan, bukan untuk melarang perilaku tertentu atau menciptakan standar umum. Contoh prosedur : untuk meninggalkan ruangan (ijin pergi ke kamar kecil), kembali ke ruangan (setelah jam makan siang), dan mengakhiri hari (setelah membersihkan meja).

2. Mengajarkan Aturan dan Prosedur
Cara terbaik untuk membuat murid belajar tentang peraturan dan prosedur adalah dengan melibatkannya (diskusi) dalam menentukan peraturan dan prosedur tersebut. Hal ini akan mendorong mereka untuk memikul tanggung jawab lebih atas perilaku mereka sendiri (Emmer, Evertson, & Worsham, 2003).

Membuat Murid Bekerja Sama
1.    Mengembangkan hubungan yang positif dengan murid
2.    Membuat murid berbagi dan memikul tanggung jawab
3.    Memberikan hadiah terhadap perilaku yang tepat
·      Memilih penguat yang efektif
·      Menggunakan Prompts (dorongan) dan Shaping (pembentukan) secara efektif
·      Gunakan hadiah untuk memberi informasi tentang penguasaan, bukan untuk mengontrol perilaku murid

D. Menjadi Komunikator yang Baik
Ketrampilan Berbicara
Menurut Florez (1999) strategi yang bagus untuk berbicara secara jelas dengan kelas, yaitu :
1. Menggunakan tata bahasa dengan benar.
2. Memilih kosakata yang bisa dimengerti dan sesuai untuk level murid.
3.  Menerapkan strategi guna meningkatkan kemampuan murid untuk memahami apa yang Anda katakan; seperti menekankan pada kata-kata kunci; mengulang penjelasan; atau memantau pemahaman murid.
4. Berbicara dengan tempo yang tepat, tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat.
5. Tidak menyampaikan hal-hal yang kabur.
6.  Menggunakan perencanaan dan pemikiran logis sebagai dasar untuk berbicara secara jelas.

Pesan “Kamu dan “Saya”
       Pesan “Kamu” menurut pakar komunikasi adalah sebuah gaya yang tidak disukai dimana pembicaraan tampak menghakimi orang dan menempatkannya dalam posisi defensif. “Kamu” tersirat ketika seseorang mengatakan :
·      “Itu benar-benar perkataan bodoh” (artinya: Ucapanmu benar-benar bodoh)
·      “Jauhi diriku” (artinya: Kamu mengganggu hidup saya)
       Adalah mudah bagi Anda dan murid Anda terjebak dalam perangkap pesan “Kamu” dan kurang menggunakan pesan “Aku” atau “Saya”. Pesan “Saya” akan merefleksikan perasaan pembicara dan lebih baik ketimbang pernyataan “Kamu” yang mengandung nada menghakimi. Pakar komunikasi merekomendasikan agar Anda mengganti pesan “Kamu” menjadi pesan “Aku”. Dibawah ini adalah beberapa contoh pesan “Aku” :
·      Saya marah karena keadaan jadi buruk.
·      Saya tidak suka kalau janji tidak ditepati.
·      Saya sedih kalau perasaan saya tidak diperhatikan.
       Pesan “Kamu” sama seperti menghakimi lawan bicara. Pesan “Aku” membantu menggeser percakapan ke arah yang konstruktif dengan mengekspresikan perasaan Anda tanpa menghakimi orang lain.
       Selanjutnya, aspek lain dari komunikasi verbal yang melibatkan bagaimana orang-orang menghadapi konflik, bisa dilakukan dalam 4 gaya, yaitu:
1. Gaya agresif (agressive style)
·      Orang-orang ini bersikap kasar, menuntut, bertindak dalam cara yang bermusuhan, dan tidak peka terhadap perasaan orang lain.
2. Gaya manipulatif (manipulative style)
·      Orang-orang ini berusaha untuk mendapatkan apa yang ia inginkan dengan membuat orang lain merasa bersalah/menyesal untuk dirinya. Mereka tidak mau bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, tetapi mereka memilih bertingkah sebagai korban agar orang lain melakukan sesuatu untuknya.
3. Gaya pasif (passive style)
·      Orang-orang ini tidak tegas dan pasrah. Mereka membiarkan orang lain “menindas” dirinya. Individu pasif ini tidak mengungkapkan perasaan mereka dan tidak membiarkan orang lain mengetahui apa yang mereka inginkan.
4. Gaya asertif (assertive style)
·      Orang-orang ini berani mengungkapkan perasaan, meminta apa yang mereka inginkan, dan berkata “tidak” untuk hal yang tidak mereka inginkan. Dari keempat gaya dalam menghadapi konflik, Robert Alberti dan Michael Emmons (1995) mengatakan bahwa ketegasan (assertiveness) bisa menciptakan hubungan yang positif dan konstruktif.

Rintangan untuk Komunikasi Verbal yang Efektif (Gordon, 1970)
1.  Kritik.
2.  Memberikan julukan dan pelabelan
3.  Menasihati
4.  Mengatur-atur
5.  Ceramah moral (moralizing

Memberi Ceramah yang Efektif
       Anda bukan hanya akan berbicara di depan kelas setiap hari baik itu secara informal maupun formal, tetapi Anda juga akan berkesempatan memberikan ceramah di dalam pertemuan pendidikan atau komunitas. Berikut ini pedoman memberikan pidato yang efektif (Alverno College, 1995) :
1.  Jalin hubungan dengan audien.                                      
2. Kemukakan tujuan Anda.                                              
3.  Sampaikan ceramah secara efektif.                               
4.  Ikuti konvensi yang sesuai.
5. Tata ceramah dengan rapi.
6. Masukkan bukti pendukung dan kembangkan ceramah Anda.
7. Gunakan media secara efektif.

Ketrampilan Mendengarkan
       Pendengar yang baik mendengarkan secara aktif yang berarti memberikan perhatian penuh kepada pembicara, berfokus pada isi intelektual dan emosional dari pesan. Dibawah ini adalah stategi untuk mengembangkan ketrampilan mendengarkan (Santrock & Halonen, 2002) :
1. Beri perhatian cermat kepada orang yang sedang berbicara. Ini akan menunjukkan bahwa Anda tertarik pada apa yang dia katakan. Jangan lupa untuk mempertahankan kontak mata.
2. Parafrasa. Gunakan parafrasa ketika seseorang berkata sesuatu yang penting. Nyatakan apa yang baru saja orang lain katakan dengan kalimat Anda sendiri, misalnya “Apakah maksudmu itu berarti bahwa ...”
3. Sintesiskan tema dan pola. Situasi percakapan dapat menjadi penuh dengan kepingan informasi yang kedengarannya tidak saling berhubungan dan membentuk makna. Pendengar aktif yang baik akan meringkas tema, contoh kalimat yang dapat Anda gunakan,  “Mari kita tinjau kembali apa yang sudah kita bicarakan sampai titik ini ...”
4. Berikan umpan balik (tanggapan) dengan cara yang kompeten. Tanggapan verbal maupun nonverbal membuat pembicara sedikit mengerti seberapa jauh pesannya sampai sasaran. Pendengar yang baik akan memberikan tanggapan secara cepat, jujur, jelas, dan informatif.

Berkomunikasi Secara Nonverbal
Berikut ini contoh perilaku umum yang dilakukan orang untuk berkomunikasi secara nonverbal :
1.  Mengangkat alis sebagai tanda tak percaya.     
2.  Mengedipkan mata sebagai tanda persetujuan. 
3.  Mengangkat bahu sebagai tanda tak peduli.     
4.  Bersedekap untuk melindungi diri.
5.  Menepuk dahi sebagai tanda lupa.
6.  Mengetukkan jari sebagai tanda tak sabar.
      
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam komunikasi non-verbal :
1.  Ekspresi wajah dan komunikasi mata
2.  Sentuhan
3. Ruang
4.  Diam

E. Menangani Perilaku Bermasalah
Strategi Manajemen
Pakar manajemen kelas Carolyn Evertson dan rekannya (Evertson, Emmer, & Worsham, 2003) membedakan antara intevensi minor dan intevensi moderat dalam menangani perilaku bermasalah.

Intervensi Minor
       Masalah ini melibatkan perilaku yang bila tidak sering, biasanya tidak mengganggu aktivitas kelas dan pembelajaran. Contoh: murid mungkin ribut sendiri, meninggalkan tempat duduknya tanpa ijin, bercanda sendiri, dan makan permen di dalam kelas. Strategi untuk mengatasi intervensi minor :
1. Gunakan isyarat nonverbal
2. Terus lanjutkan aktivitas belajar
3. Dekati murid
4.  Arahkan perilaku
5. Beri instruksi yang dibutuhkan
6. Suruh murid berhenti dengan nada tegas dan langsung
7. Beri murid pilihan

Intervensi moderat
Contoh: ketika murid menyalahgunakan privilisenya, mengganggu aktivitas, cabut dari kelas, atau mengganggu pelajaran atau mengganggu pekerjaan murid lain. Strategi untuk mengatasi intervensi mayor :
1. Jangan beri privilise atau aktivitas yang mereka inginkan
2. Buat perjanjian behavioral
3. Pisahkan atau keluarkan murid dari kelas
4.  Kenakan hukuman atau sanksi
      
Menggunakan Sumber Daya Lain
1.  Mediasi teman sebaya
2. Konferensi guru-orang tua
3. Minta bantuan kepala sekolah atau konselor
4. Cari mentor

Menangani agresi
1.  Perkelahian.
Pakar manajemen kelas Carolyn Evertson dan rekannya (Evertson, Emmer, & Worsham, 2003) memberi rekomendasi untuk mengatasi murid yang berkelahi. Di SD, Anda biasanya menghentikan perkelahian tanpa risiko cedera pada diri Anda. Apabila karena suatu alasan Anda tidak bisa campur tangan, cari bantuan dari guru lain atau staf sekolah. Apabila Anda melakukan intervensi, beri perintah verbal dengan nada keras “Hentikan!” Pisahkan murid yang berkelahi dan suruh mereka kembali ke aktivitas semula.
Akan tetapi jika Anda menengahi perkelahian anak SMP atau SMA, Anda mungkin butuh bantuan satu atau dua orang dewasa lainnya. Sekolah Anda mungkin punya kebijakan sendiri soal perkelahian ini. Jika ada, Anda harus menerapkan kebijakan itu dan melibatkan kepala sekolah dan atau orang tua murid jika diperlukan. Umumnya, adalah lebih baik mendinginkan pihak yang bertengkar sehingga mereka bisa tenang dahulu. Kemudian pertemukan kedua pihak yang berkelahi itu dan selidiki pendapat kedua pihak yang menyebabkan pertikaian. Tanyai saksi mata apabila perlu. Adakan pertemuan dengan pihak-pihak yang berkelahi, tekankan bahwa perkelahian adalah tindakan yang salah, dan tunjukkan pentingnya memahami pandangan orang lain dan arti penting dari kerja sama.
2.  Bullying
Dalam studi ini, bullying didefinisikan sebagai tindakan verbal atau fisik yang dimaksudkan untuk mengganggu orang lain yang lebih lemah. Murid-murid Sekolah Menengah lebih sering mengalami hal ini. Mengejek tampang dan ucapan adalah bullying yang sering dipakai. Anak-anak yang dirinya dihina mengatakan bahwa mereka merasa kesepian, kesulitan menjalin persahabatan, depresi, kehilangan minat untuk masuk sekolah, atau tidak mau masuk sekolah; sedangkan anak-anak yang melakukan bullying kemungkinan adalah mereka yang berprestasi rendah atau suka merokok dan minum-minuman beralkohol.
Dalam studi longitudinal lainnya, bullying meningkat selama masa sekolah menengah pertama dan menurun pada masa sekolah menengah atas (Pellegrini & Long, 2011). Dalam studi ini, sasaran bullying adalah anak lelaki. Murid yang menjadi korban bullying dapat merasa tersiksa, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang (Limber, 1997). Efek bullying di masa remaja awal dapat bertahan hingga dewasa.
3. Pembangkangan atau Permusuhan terhadap guru.
Edmund Emmer dan rekannya (Emmer, Evertson, & Worsham, 2003) mendiskusikan strategi untuk menghadapi murid yang membangkang atau memusuhi Anda. Jika murid dibiarkan berlaku seperti itu, kemungkinan kelakuannya akan berlanjut dan menyebar. Jika mungkin, tanganilah perilaku murid itu secara individual. Jika pembangkangannya tidak ekstrim dan terjadi dalam satu pelajaran, cobalah katakan bahwa Anda akan membahasnya nanti agar tidak terjadi perdebatan. Lalu, temui murid pada waktu yang tepat dan jelaskan konsekuensi dari tindakan pembangkangan itu. Dalam kasus yang ekstrim dan jarang, murid mungkin tidak mau bersikap kooperatif sama sekali. Maka Anda harus minta bantuan.

Program Berbasis Kelas dan Sekolah
Program untuk mengatasi perilaku bermasalah menggunkan pendekatan pengayaan kompetensi sosial dan resolusi konflik (Coie & Dodge, 1998).
1.  Program pengayaan kompetensi sosial
Beberapa pakar pendidikan berpendapat bahwa perencanaan sekolah yang terkoordinasi. kurikulum, pengajaran bermutu tinggi, dan lingkungan sekolah yang suportif adalah hal-hal yang dibutuhkan untuk menangani murid yang bermasalah dalam perilakunya (Weissberg & Greenberg, 1998). Tipe program ini dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi sosial murid dengan meningkatkan keterampilan dalam menghadapi hidup dan mengembangkan keahlian sosioemosional.
Periset telah menemukan bahwa program yang hanya berbasis informasi dan pengetahuan hanya akan memberi efek minimal pada perbaikan perilaku murid (Kirby, 1992). Sebaliknya, program yang mengajarkan kompetensi sosial dan personal yang luas terbukti bisa mengurangi perilaku yang bermasalah dan bahkan memperbaikinya (Greenberg, 1996; Weissberg, dkk., 1981). Program kompetensi itu mencakup kontrol diri, manajemen stres, pemecahan masalah, pembuatan keputusan, komunikasi, resistensi teman sebaya, dan asertivitas.

2.  Proyek peningkatan kesadaran sosial-pemecahan problem sosial.
Program ini didesain untuk anak SD (Elias, dkk., 1991). Selama fase instruksional, guru menggunakan pelajaran tertulis untuk memperkenalkan aktivitas kelas. Pelajaran itu diberikan dalam format :
a) Berbagi kisah kesuksesan personal, situasi problem, dan perasaan yang ingin dibagi murid kepada guru dan teman-temannya.
b) Ulasan ringkas tentang keahlian kognitif, emosional, atau behavioral yang akan diajarkan selama sesi pelajaran.
c) Presentasi tulisan dan video situasi yang membutuhkan aplikasi keahlian.
d) Mendiskusikan situasi dan cara menggunakan keahlian baru.
e) Role-playing yang mendorong pelatihan keahlian behavioral.
f) Ringkasan dan ulasan.
Guru juga mengintegrasikan aktivitas penyadaran sosial dan pemecahan masalah ke dalam aktivitas kelas dan instruksi harian. Evaluasi menunjukkan bahwa program ini mampu membantu murid mengatasi situasi problem sehari-hari dan menguragi tindak kekerasan (Elias dkk., 1986).

3.  Program kompetensi sosial untuk remaja muda
Menurut Weissberg & Caplan (1994), program untuk anak SMP/SMA ini memberikan instruksi berbasis kelas dan membangun dukungan environmental yang didesain untuk:
a)  Mempromosikan kompetensi sosial dengan meningkatkan kontrol diri, pengelolaan stres, melibatkan dalam tanggung jawab pembuatan keputusan, pemecahan problem sosial, dan meningkatkan keahlian komunikasi.
b)  Meningkatkan komunikasi antara personil sekolah dengan murid.
c)  Mencegah perilaku antisosial dan agresif, pelecehan dan perilaku seksual.
Evaluasi terhadap program ini cukup positif. Murid yang terlibat dalam program menunjukkan perilaku agresif yang lebih kecil, lebih punya banyak pertimbangan untuk memecahkan masalah, strategi manajemen stres yang lebih baik, dan lebih menghargai nilai-nilai sosial (Weissberg, Barton, & Shriver, 1997). 

4.  Tiga C Manajemen Kelas dan Sekolah
David dan Roger Johnson (1999) menciptakan program ini untuk menekankan arti penting dari pemberian bimbingan pada murid untuk mempelajari cara mengatur perilaku mereka sendiri. Program tersebut adalah program C :
a)  Cooperative community (komunitas yang kooperatif)
b) Constructive conflict resolution (resolusi konflik yang konstruktif
c)  Civic values (nilai-nilai kewarganegaraan

5. Dukungan untuk Pengelolaan Kelas Berpusat pada pembelajaran : Classroom Organization and Management Program (COMP)
Program COMP yang dikembangkan oleh Carolyn Evertson dan Alene Harris (1999), mendukung kerangka manajemen kelas yang menekankan pembelajaran murid dan membimbing murid untuk bertanggung jawab atas keputusan mereka sendiri, perilaku mereka, dan pembelajaran mereka. COMP menekankan pencegahan problem, integrasi manajemen dan pengajaran, keterlibatan murid, dan kolaborasi profesional antar-guru. Program ini diimplementasikan melalui workshop training, aplikasi kelas, dan releksi kolaboratif. Riset telah menunjukkan bahwa COMP menghasilkan perubahan positif dalam perilaku guru dan murid (Evertson & Harris, 1999).


Referensi:


Santrock, John W. (2004). Psikologi Pendidikan, Edisi Kedua. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

You Might Also Like

0 komentar